Asal Usul Tugu Khatulistiwa Pontianak
Tugu Khatulistiwa terletak di sisi jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara. Setiap tanggal 21 -23 Maret dan 21-23 September setiap tahun diperingati hari kulminasi matahari di tempat ini, yakni matahari tepat berada di atas garis khatulistiwa sehingga bayangan benda di tempat ini hilang.
Di kompleks Tugu Khatulistiwa sering pula diadakan agenda wisata khusus, seperti pertunjukan kesenian, pameran dan sebagainya. Berdasarkan catatan yang diperoleh pada tahun 1941 dari V. en. W oleh Opzihter Wiesedikutip dari Bijdragentot de geographie dari Chep Van den topographieschen dient in Nederlandsch Indie: Den 31 Sten Maart 1928, telah datang di Pontianak suatu ekspedisi internasional yang dipimpin seorang ahli geografi berkebangsaan Belanda untuk menentukan titik/tonggak garis equator di Pontianak.
Konstruksi awal Tugu Khatulistiwa yang pertama dibangun tahun 1928, hanya berbentuk tonggak dengan tanda panah. Tahun 1930 disempurnakan berbentuk tonggak dengan lingkaran dan tanda panah. Tahun 1938 dibangun kembali dengan penyempurnaan oleh arsitek Silaban. Pada tahun 1990 kembali Tugu Khatulistiwa tersebut direnovasi dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran 5 kali lebih besar dari tugu yang asli. Tugu ini diresmikan pada tanggal 21 September 1991.
Bangunan tugu terdiri dari empat buah tonggak belian, masing-masing berdiameter 0,30 meter, dengan ketinggian tonggak bagian depan sebanyak dua buah setinggi 3,05 meter dan tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,40 meter.Diameter lingkaran yang bertulisan EVENAAR 2,11 meter. Panjang penunjuk arah 2,15 meter. Tulisan plat di bawah anak panah tertera 109o 20′ OLvGr menunjukkan letak berdirinya tugu khatulistiwa pada garis Bujur Timur.
-----
Sjarah Tugu Khatulistiwa :
Tugu
Khatulistiwa Pontianak di bangun pada tahun 1928 oleh tim Exspedisi
Geograpi Internasional yang di pimpin oleh seorang ahli Geograpi
berkebangsaan Belanda, yang dilakukan secara Astronomi, artinya bahwa
Pengukuran yang mereka Lakukan tanpa mempergunakan alat yang canggih
seperti satelit atau GPS, mereka hanya berpatokan pada Garis yang tidak
Smooth (garis yang tidak rata / bergelombang) serta berpatokan
benda-benda alam seperti, rasi bintang (Ilmu Falaq).
Tugu
Khatulistiwa yang asli terbuat dari kayu Belian (kayu Besi, atau kayu
ulin) terdiri dari empat tonggak yang mana 2 buah tonggak bagian depan
dengan tinggi 3,05 Meter dari permukaan tanah, dan 2 buah tonggak bagian
belakang dengan tinggi 4,40 meter dari permukaan tanah. Keterangan symbol berupa anak panah menunjukan arah utara – selatan (lintang 0`derajat). Keterangan symbol berupa flat lingkaran yang bertuliskan EVENAAR
yang artinya Khatulistiwa (bahasa Belanda) menunjukan belahan garis
khatulistiwa atau batas utara dan selatan. Sedangkan plat dibawah arah
panah ditulis 109°20’0”0LvGR artinya garis khatulistiwa di Kota
Pontianak bertepatan dengan 109° garis bujur timur 20 menit 00 detik
GMT.
Tugu
khatulistiwa mempunyai beberapa tahap penyempurnaan yang dimulai dari
tahun 1928 yaitu tahun 1930 yang disempurnakan adalah tonggak, lingkaran
beserta tanda panah. Tahun 1938 disempurnakan lagi oleh arsitek Silaban
adalah Lingkaran. Pada tahun 1990-1991 dibangun Duplikat/replika Tugu
Khatulistiwa serta bangunan pelindung yang di bangun secara permanent
berbentuk Kubah dan di resmikan pada tanggal 21 September 1991 Oleh Gubenur Kalimantan Barat Parjoko Suryo Kusomo.
Garis
khatulistiwa membentang melingkari tengah-tengah dan membelah bumi
menjadi 2 (dua) belahan yang sama yaitu Belahan Utara dan Belahan
Selatan. Garis khatulistiwa melewati beberapa kota di Provinsi Kalimantan Barat, yakni : Sekadau, Nanga Dedai dan beberapa provinsi di Indonesia, di antaranya: 1. Provinsi Sumatra Barat. 2. Provinsi Riau. 3. Provinsi Kalimantan Tengah. 4. Provinsi Kalimantan Timur. 5. Provinsi Sulawesi Tengah. 6.Provinsi Maluku 7. Provinsi Irian Jaya. Selain itu juga garis khatulistiwa tersebut melintasi 5 (lima) Negara di Benua Afrika, yakni : Gabon, Zaire, Uganda, Kenya dan Somalia. Di Amerika latin, Garis Khatulistiwa melintasi 4 (empat) Negara, yakni : Equator, Peru, Colombia dan Brazil.
Dalam kenyataannya Bumi selain berputar pada sumbunya (Rotasi) ,juga Berevolusi mengelilingi Matahari dengan periode satu tahun (365,seperempat
hari). Dengan adanya Rotasi tersebut, maka terjadi siang dan malam, dan
dengan adanya revolusi bumi, maka timbul perubahan musim. Dalam 1 (satu) tahun, matahari melintasi garis Khatulistiwa sebanyak 2 (dua) kali, yakni : antara tanggal 21-23 Maret
yang bergerak ke arah Utara dan antara 21-23 September bergerak kearah
selatan. Kulminasi merupakan suatu kejadian, dimana matahari tepat
berada di Garis Khatulistiwa.
Pada
siang hari terjadi kulminasi atas, yaitu bila pusat matahari
benar-benar berada di Garis Khatulistiwa. Sedangkan kulminasi bawah
terjadi bila pusat matahari berada di Garis Bujur di balik belahan bumi
utara dan selatan. Bagi kita yang berada di Garis Khatulistiwa, matahari
akan tampak di atas kepala, kulminasi atas, terjadi sekitar tanggal
21-23 Maret dan tanggal 21-23 September. Titik balik selatan terjadi
sekitar tanggal 21 Desember dan titik balik utara terjadi sekitar
tanggal 21 Juni. Titik perpotongan antara pusat matahari dengan Garis
Khastulistiwa pada tanggal 21-23 Maret yang di sebut Vermal Equinox atau (awal Musim Semi). Untuk perpotongan yang terjadi pada tanggal 21-23 September di sebut Autum Equinox (awal Musim Gugur).
Ciri Khas Khatulistiwa :
1. Curah hujan yang tinggi
2. Suhu dan Temperatur Tinggi
3. Sinar matahari menyinari terus menerus sepanjang masa. (melimpah).
Kemudian
tahun 2005 pada bulan Maret, posisi Tugu Khatulistiwa di Koreksi
kembali oleh tim dari BPPT yang berkerja sama dengan Pemerintah Kota
Pontianak Secara satelit, ternyata terdapat perbedaan ±117 m dari posisi
yang asli kearah selatan Khatulistiwa. Perbedaan itu terjadi karna
factor akurasi alat dan cara yang di gunakan pada waktu dulu dan
sekarang. Menurut ahli Geologi, Bumi itu mengalami pergeseran secara
alami sebanyak ± 1 mm, apalagi kalau terjadi gempa akan semakin besar
pergeserannnya. Jadi perbedaan antara Pengukuran Astronomi (Ilmu Falaq) dan
Satelit tidaklah perlu kita perdebatkan, kita harus menghargai
perbedaan dan jerih payah orang-orang terdahulu sebelum pengukuran
secara satelit di temukan. Yang harus kita lakukan sekarang adalah
memelihara dan melestarikan asset yang sangat berharga ini agar tidak
hilang di makan jaman serta demi untuk generasi yang akan datang.
EmoticonEmoticon