Pusaka kerajaan :
Kesultanan Sambas
terletak di wilayah pesisir utara Provinsi Kalimantan Barat atau pada
umumnya berada di wilayah barat laut Pulau Borneo dengan pusat
pemerintahan di sebuah kota kecil yang berada di persimpangan 3 (tiga)
sungai yaitu Sungai Sambas Kecil, Sungai Teberau, dan Sungai Subah.
Kesultanan Sambas merupakan penerus pemerintahan dari kerajaan-kerajaan
Sambas sebelumnya yaitu Panembahan Ratu Sepudak di Kota Lama, Negeri
Balai Pinang di Selakau, Kerajaan Tan Unggal, Kerajaan Nek Riuh, Kerajaan Wijayapura (data ini masih perlu rujukan), dan Kerajaan Raden Janur di Tanah Paloh.
Kesultanan Sambas banyak mewariskan benda-benda pusaka dari para leluhurnya seperti Tempayan Keramik dari Dataran Tiongkok, Pedang peninggalan para Sultan Sambas, Lela (meriam kecil), Tombak Canggah, Payung Ubur-ubur dari Negeri Brunai, Pakaian Kebesaran Sultan Sambas, Seperangkat alat untuk makan Sirih, dan Kaca Kristal dari Negeri Inggris dan Belanda.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas tentang sebuah benda pusaka peninggalan Kesultanan Sambas yang masih dikeramatkan hingga sekarang adalah Lela (meriam kecil) atau yang biasa dikenal masyarakat awam dengan sebutan Meriam Beranak.
Pusaka
kerajaan yang berupa meriam kecil (lela) bisa bertambah sendiri tidak
hanya berasal dari Kesultanan Sambas, banyak kerajaan-kerajaan yang
notebane-nya bercorak Islam pun mempunyai cerita yang sama. Tapi kali
ini ruang lingkup kita hanya di Kesultanan Sambas, ayo simak baik-baik
ulasan singkat tentang benda pusaka meriam beranak Kesultanan Sambas.
Sepotong Sejarah Kerajaan Raden Janur - Tan Unggal - Ratu Sepudak
Bermula dari Raden Sulaiman, sultan pertama Kesultanan Sambas dan juga putra dari Raja Tengah yang berasal dari Kerajaan Brunai (Brunai Darussalam sekarang), menikah dengan Putri Bungsu dari Raja Panembahan Ratu Sepudak di Kota Lama bernama Raden Mas Ayu Bungsu. Dan dianugerahi seorang anak pertama yaitu seorang anak laki-laki yang bernama Raden Bima. Raden Sulaiman kemudian diangkat oleh Ratu Anom
Kesumayuda menjadi salah satu Menteri Besar Panembahan Sambas bersama
dengan Adinda Ratu Anom Kesumayuda yang bernama Raden Arya Mangkurat.
Karena intrik politik Raden Sulaiman
dengan Raden Arya Mangkurat putra Ratu Sepudak, maka Raden
Sulaiman hijrah ke Kota Bangun, mencari
daerah baru sekitar abad 16 M. Di Kota Bangun ini, dengan dibantu
para Panglima yang disebut Bantilan Tujuh
Bersahabat, menuju terus ke hulu Sungai
Sambas Kecil dan sampai di Desa Mensemat.
Tahun 1648 M, Raden Sulaiman mendirikan
Kota Bandir. Setelah sekitar 4 tahun menetap di Kota Bandir ini,
secara tiba-tiba,
Ratu Anom Kesumayuda datang menemui Raden Sulaiman dimana Ratu Anom
Kesumayuda menyatakan bahwa ia dan sebagian besar petinggi dan penduduk
Panembahan Sambas di Kota Lama akan berhijrah dari wilayah Sungai Sambas
ini dan akan mencari tempat menetap yang baru di wilayah Sungai
Selakau, disinilah Panembahan Balai Pinang berdiri, tetapi umur
kerajaannya tidak panjang.
Tahun 1651 Raden Sulaiman
hijrah ke Sungai Teberau, lalu menempati
daerah kota Lubuk Madung (sekarang Desa
Lubuk Legak), wilayah Desa Lubuk Dagang,
Kecamatan Sambas.
Di Kota Lubuk Madung Raden Sulaiman
dilantik menjadi Sultan l dengan gelar Sultan
Muhammad Safiuddin I (20 Agustus 1652 M/
10 Zulhijjah 1040 H).
Pusat pemerintahan
dipindah lagi di pertemuan 3 buah sungai
yaitu Sungai Sambas kecil, Sungai Teberau
dan Sungai Subah, yang dikenal Muara
Ulakkan, yang dikenal dengan nama Kerajaan
Alwatzikhoebillah Sambas oleh putra Raden Sulaiman yang bernama Raden Bima setelah pulang dari Negeri Brunai.
Legenda Raden Sandi Dan Kerajaan Batu Bejamban
Di gedong pusaka, ada sebuah meja
bundar berdaun batu marmer peninggalan
kerajaan Sambas, yang di atasnya terletak
tempat tidur berdinding kaca diselimuti
kelambu kuning, tempat menyimpan 7
buah meriam kecil yang disitilahkan dengan
Pusaka Hasil Pertapaan Kerajaan Sambas.
Meriam- meriam kecil itu di bungkus seperti
layaknya bayi saja.
Awalnya,
hanya terdapat 3 (tiga) pucuk lela atau meriam kecil pusaka Kerajaan
Sambas Lama (Panembahan Sambas / Panembahan Ratu Sepudak) dari ibu
negeri Sambas Kota Lama itu, khususnya hanya dipusakai manakala
penobatan para Sultan Sambas saja. Ketiga-tiganya benda itu dimandikan
dengan air langgir dan kasai, dipayungi dengan payung ubur-ubur dan
dibesarkan dengan alat kebesaran upacara Kerajaan Sambas.
3 (tiga) meriam peninggalan Ratu Sepudak adalah:
- Raden Sambir, lela (meriam kecil) yang panjang berbuntut,
- Raden Mas, lela (meriam kecil) yang besar pendek,
- Raden Pajang, lela (meriam kecil) yang kecil pendek dan tidak berbuntut.
Benda-benda pusaka itu merupakan
peninggalan dari Raden Sulaiman (Sultan
Muhammad Safiuddin), hadiah dari
mertuanya Ratu Sepudak,diceritakan meriam tersebut berasal dari hasil pertapaan Raja-raja Sambas terdahulu. Menurut kepercayaan meriam tersebut hanya berhasil diangkat apabila benda itu sendiri berkenan.
"Walaupun kecil kalau "beliau" tidak berkenan tidak
terangkat," demikian biasa warga masyarakat setempat menyatakannya misteri
kesakralan benda keramat tersebut yang sebenarnya tergolong sebagai senjata api itu.
Anehnya, masih memiliki 4 saudara yang
berupa meriam kecil juga. Keempat pusaka
meriam kecil itu datang dengan sendirinya,
masing-masing bernama: Raden Putri,
Ratu kilat, Pangeran Pajajaran dan Panglima
Guntur. Banyak yang berkeyakinan, bahwa
barang-barang itu memiliki khodam dan kadang-kadang dapat
menghilangkan diri dan sewaktu-waktu
berkumpul kembali.
Menurut Gusti Sofyan Kailani (60 th) kerabat dan sekaligus Penjaga Kamar Pusaka, saat ini Meriam Ratu Kilat sedang tidak ada ditempat dan telah lama pergi dari istana.itu biasanya akan menandakan kejadian alam luar biasa didunia. Namun menurutnya Meriam tersebut bisa saja tiba tiba ada ditempat(kembali dengan sendirinya). Karena menurut beliau, meriam itu bukan Raib, atau dicuri orang, melainkan pergi meninggalkan keraton untuk mengatasi sesuatu hal atau peristiwa. Tapi bila sudah sampai waktunya ia akan kembali dengan sendirinya.
Memang
legenda yang berkembang sekarang kebanyakan memiliki
makna yang tersirat. Banyak misteri yang belum terpecahkan karena
kurangnya data yang dapat memperkuat dugaan yang selama ini terngiang di
masyarakat. Bisa jadi ditilik dari
nama-nama meriam itu, Kerajaan Sambas
dulu sudah menjalin kerja sama dengan
kerajaan-kerajaan di Jawa, seperti Kerajaan
Pajajaran hingga Kerajaan Pajang. Hubungan
yang erat itu diibaratkan berkumpulnya
meriam-meriam tersebut dalam satu ranjang.
Mungkin saja begitu karena Raja-raja Panembahan Ratu Sepudak berasal dari tanah Jawa tepatnya dari Negeri Majapahit.
EmoticonEmoticon